Tim Kerja Penyiapan Pembangunan Prototipe Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dan Komersialisasinya beraudiensi dengan Ketua DPD Oesman Sapta Odang di gedung parlemen, Jakarta, Senin (13/8).
Mereka meminta dukungan rencana pembangunan Taman Iptek di Kawasan Industri, di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat (Kalbar).
Ketua Tim Kerja Penyiapan Pembangunan Prototipe PLTN dan Komersialisasinya, Prof Agus Puji Prasetyono mengatakan sosialisasi pembangunan PLTN sudah dilakukan sejak 1964, tetapi sampai saat ini tidak pernah terwujud.
Menurut Agus, hal ini tidak terwujud bukan karena persoalan teknis, tetapi lebih banyak pada tataran masalah politik. Karena itu, dia meminta dukungan politis kepada DPD untuk bisa merealisasikan pembangunan PLTN di Indonesia, yang akan dibangun pertama kali di Bengkayang, Kalbar.
“Dari segi politis, kami mohon dukungan. PLTN ini sudah disosialisasikan sejak 1964. Persoalan ini tidak terealisasi bukan karena ranah teknis, tetapi karena ranah politis,” kata Agus.
Staf Ahli Menristekdikti bidang Relevansi dan Produktivitas itu menambahkan pilihan pembangunan pertama jatuh kepada Kalbar.
Dia beralasan salah satunya karena Gubernur Kalbar Sutarmidji sangat intensif dan mendukung, agar provinsi itu bisa melakukan industrialisasi serta mengejar ketertinggal dari daerah lainnya. Terlebih lagi, ujar dia, saat ini indeks pembangunan manusia (IPM) Kalbar hanya di atas Papua.
“Dengan adanya energi tinggi nanti, pertumbuhan ekonomi bisa dikejar sehingga industrialisasi di Kalbar bisa diwujudkan. Karena itu kami akan lakukan pencanangan di Kalbar,” ujar Agus.
Dia menambahkan dalam membangun PLTN tentu dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi untuk mengoperasikan tataran industrinya maupun pembangkit itu sendiri. Menurut dia, pembangunan PLTN harus terintegrasi.
Agus menegaskan, tim kerja sudah melakukan banyak hal, terutama penyiapan dokumen-dokumen maupun pemanggilan vendor.
“Semua vendor di seluruh dunia tertarik membangun ini di Kalbar. Semua vendor kami undang, mereka sangat antusias membangun PLTN pertama di Indonesia, yang dimulai dari Kalbar,” kata Agus.
Oesman Sapta sangat mendukung rencana pembangunan PLTN di Indonesia yang dimulai dari Bengkayang, Kalbar. OSO, biasa dia disapa menyatakan bahwa persoalan pembangunan PLTN ini akan dibawanya saat menyampaikan pidato kenegaraan pada 16 Agustus 2019 nanti.
“Saya sangat mendukung dan saya akan jadikan dalam pidato kenegaraan saya pada 16 Agustus. Saya akan berani memasukkan ini sebagai pertimbangan bangsa kita ke depan,” ujar OSO.
Dia sangat optimistis hal ini akan terwujud. Menurut OSO, sudah saatnya mengubah dan ikut terlibat dalam pembangunan dunia. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan sumber daya listrik untuk masyarakat maupun industri.
Dia menegaskan bahwa listrik sangat erat dengan kehidupan. Listrik memudahkan manusia mencapai kemajuan dalam kehidupan. Industri pun demikian, butuh listrik yang cukup dan murah untuk bisa meningkatkan kuantitas serta kualitas produksi sehingga bisa bersaing dengan negara lain.
“Manusia dan industri tidak dapat dipisahkan. Dua-duanya butuh energi listrik. Jadi, apa yang dilakukan ini sudah tepat. Saya akan ikut serta bersama,” kata senator asal Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, Kalbar, itu.
OSO memahami bahwa persoalan nuklir memang selalu banyak pertimbangan dan selalu digambarkan mengerikan. Negara maju sudah banyak dan berhasil menggunakan tenaga nuklir.
OSO memastikan, risiko penggunaan PLTN sangat kecil sekali. Menurut OSO, dengan PLTN maka listrik akan murah.
“Negara kira industrinya terlambat, maka kita hanya bisa jual raw material. Produk itu membutuhkan bahan bakar. Kalau bahan bakar itu terlalu mahal, maka semi finishing product dan finishing product menjadi mahal dari negara lain,” jelas OSO.
Wakil ketua MPR itu mengatakan bahan bakar yang mahal menyebabkan industri Indonesia sulit bersaing. Karena itu, sudah seharusnya Indonesia memiliki PLTN. “Negara lain, seperti India, Tiongkok, dan lain-lain sudah menggunakan nuklir. Mereka bisa berkompetisi dengan negara maju dan lainnya. Hasil produknya jauh lebih murah dari negara lain,” katanya.
OSO menyatakan sudah saatnya Indonesia tidak bergantung pada material selling. Indonesia harus punya semi finishing product dan finishing product. Dengan begitu ada nilai yang bisa menjadi ukuran. “Margin value profitnya itu akan terukur. Kalau tidak, kita tidak akan mampu bersaing, dan kita hanya penjual bahan baku,” katanya.
Selain itu, ujar OSO, penting memerhatikan transfer of technology. Menurut dia, kalau ada nilai teknologi maka akan memberikan kesempatan kepada generasi dan anak bangsa. Transfer itu membuat anak bangsa punya skill dan nilai tambah.
“Tentu nilai ekonominya akan meningkat. Kita yang sederhana saja cara berpikirnya. Bahwa sesuai zaman kemajuan dunia, kita harus ikut dengan pemikiran kekinian. Kita serta dan ada di antara mereka,” pungkas OSO.